Beranda Artikel Kue Tradisional Khas Aceh yang Wajib Hadir Saat Lebaran

[DETaR] Kue Tradisional Khas Aceh yang Wajib Hadir Saat Lebaran

BERBAGI
Ilustrasi. (Saira Salsabila/DETaK)

Artikel | DETaK

Lebaran merupakan momen istimewa bagi umat Islam setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. Selain menjadi ajang silaturahmi dan saling memaafkan, hari raya Idul Fitri juga identik dengan beragam hidangan lezat yang menggugah selera. Tak hanya makanan berat, berbagai camilan seperti kue kering pun selalu hadir di setiap meja tamu.

Menjelang hari raya Idul Fitri, masyarakat biasanya sibuk mempersiapkan berbagai kebutuhan, termasuk membuat kue kering khas lebaran. Pilihan kue kering pun sangat beragam, mulai dari yang klasik dan legendaris hingga varian modern yang kekinian. Meski tampak sederhana, kue-kue ini selalu berhasil menciptakan suasana hangat di tengah momen berkumpul bersama keluarga, teman dan kerabat.

Iklan Souvenir DETaK

Walaupun kue lebaran memiliki tampilan yang sangat sederhana namun tetap menarik dengan berbagai variasi bentuk, warna, dan ukuran. Teksturnya yang renyah dan rasanya yang manis membuatnya cocok dijadikan camilan. Cara penyajiannya pun praktis, cukup diletakkan dalam stoples kaca yang unik untuk mempercantik tampilan meja tamu.

Setiap daerah di Indonesia memiliki kue khas nya masing-masing dengan cita rasa yang beragam. Begitu pun Aceh sendiri yang memiliki beberapa kue khas yang selalu hadir saat lebaran. Kue-kue ini tidak hanya lezat tetapi juga melestarikan nilai tradisi di daerah Aceh. Berikut ini terdapat beberapa kue khas Aceh yang wajib ada saat hari lebaran:

  1. Kue Seupet

Kue ‘Seupet’ adalah kue legendaris khas Aceh yang memiliki tekstur kering dan renyah. Sesuai dengan namanya kue ‘Seupet’ yang proses pembuatannya pun dijepit menggunakan cetakan lempeng besi. Bahan utama kue ini menggunakan tepung beras yang dicampur dengan telur, santan, gula, garam, serta air secukupnya untuk menghasilkan adonan kental, halus dan tidak lengket. Selanjutnya adonan tersebut dipanggang menggunakan cetakan lempeng besi dan dapat dibentuk menjadi segitiga maupun gulungan. Bahkan ada juga yang membuatnya seperti bentuk bunga. 

  1. Kue Keurakah

Kue ‘Keukarah’ atau yang lebih di kenal dengan sebutan kue karah merupakan kue yang bentuknya sangat unik seperti sarang burung dan memiliki rasa yang manis. Bahan utama pembuatan kue ini menggunakan tepung beras yang dicampur dengan bahan lain, seperti gula pasir dan air. Keunikan makanan satu ini terletak pada cetakannya yang menggunakan tempurung kelapa yang dilubangi. Kue keukarah ini selalu disajikan saat lebaran Idul Fitri maupun Idul Adha di daerah Aceh.

  1. Kue Bhoi

Kue ‘Bhoi’ ini memiliki tekstur yang lumayan lembut di bagian dalam dan cukup kering dan renyah di bagian luar. Pembuatan kue bhoi ini menggunakan tepung terigu sebagai bahan utamanya. Hal ini yang membuat kue tersebut memiliki tekstur yang lembut. Kue bhoi juga sangat digemari oleh anak-anak karena bentuknya yang unik. Varian kue bhoi pun bermacam-macam, mulai dari bentuk bunga, ikan, bulat biasa dan bentuk lainnya. Selain itu, kue bhoi ini juga dijadikan sebagai seserahan pada saat acara pernikahan yang dibawa oleh calon pengantin pria untuk calon pengantin wanita.

  1. Kembang Loyang

Kembang loyang merupakan kue khas Aceh dengan bentuknya yang sangat indah. Kue ini berbentuk bunga dan menggunakan tepung beras sebagai bahan utamanya. Sama seperti proses pembuatan kembang loyang di daerah lain, adonan kue ini digoreng menggunakan cetakan khusus berbentuk bunga. Tekstur yang begitu renyah membuat kue tradisional ini sering disajikan oleh masyarakat Aceh saat hari lebaran.

  1. Kue Gring

Kue ‘Gring’ adalah kue khas Aceh yang rasanya sangat enak dan gurih. Kue ini terbuat dari beras yang sudah di rebus dan di keringkan, kemudian digoreng dan di campur dengan gula karamel lalu dimasukkan kedalam cetakan. Di daerah Aceh, kue ini dibuat saat acara tertentu saja seperti lebaran, acara antar pengantin serta acara adat lainnya. 

Penulis bernama Cut Irene Nabilah, Mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Syiah Kuala.

Editor: Amirah Nurlija Zabrina