Beranda Terhangat Refleksi 20 Tahun Tsunami Aceh, Menyoroti Kesenjangan Mitigasi Tsunami Antara Aceh dan...

Refleksi 20 Tahun Tsunami Aceh, Menyoroti Kesenjangan Mitigasi Tsunami Antara Aceh dan Jepang ?

BERBAGI
Sesi foto bersama dengan pemateri dalam rangka seminar Strengthening Tsunami Mitigation Strategies After 20 Years of the 2004 Aceh Tsunami, yang di adakan di Auditorium TDMRC 07/11/2024.(Rizfa Maghfira [AM]/ DETaK).

Selvi Dianingsih [AM] & Rizfa Maghfirah [AM] | DETaK

Darussalam-Dr. Mifune Yasumichi dari Asian Disaster Reduction Center (ADRC), Jepang, menyoroti perbedaan signifikan dalam mitigasi tsunami antara masyarakat Aceh dua dekade lalu dengan masyarakat Jepang saat tsunami Sendai. Hal ini disampaikan dalam seminar bertajuk Strengthening Tsunami Mitigation Strategies After 20 Years of the 2004 Aceh Tsunami, yang digelar di Auditorium Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC), Universitas Syiah Kuala (USK), pada Kamis, 7 November 2024.

Dr. Mifune menjelaskan bahwa mitigasi yang dilakukan masyarakat Aceh 20 tahun lalu masih bersifat non-struktural, berbeda jauh dengan kesiapan masyarakat Jepang yang sudah melakukan langkah-langkah mitigasi dan adaptasi sebelum dan sesudah tsunami. Ia menilai kesiapan masyarakat Jepang saat tsunami Sendai sangat terbantu oleh kontribusi aktif dari pemerintah dalam melakukan upaya mitigasi bencana.

“Pengalaman tsunami sendai di Jepang itu, mereka adanya upaya upaya mitigasi dan adaptasi sesaat dan sesudah tsunami yang sudah dipersiapkan oleh pemerintah untuk masyarakat berbanding dengan mitigasi masyarakat aceh pada tsunami 2004 yang masi sangat non struktural,” ujarnya.

Pemateri lain dalam seminar, Dr. Benazir dari Universitas Gadjah Mada, menekankan pentingnya “golden time” untuk evakuasi setelah gempa yang menyebabkan tsunami, yakni sekitar 17-21 menit. Ia menyoroti pentingnya kesiapan masyarakat dan dukungan pemerintah dalam meminimalkan dampak bencana. Salah satu cara yang bisa diadopsi adalah pembangunan gedung-gedung kokoh di sekitar tepi pantai atau penanaman vegetasi seperti mangrove untuk memecah gelombang tsunami, seperti yang telah dilakukan di Jepang.

“Sesaat setelah gempa, golden time nya itu sekitar 17-21 menit jadi kita harus pastikan masyarakat mampu melakukan mitigasi, berkaca dari pemerintah Jepang dalam melakukan mitigasi maka kita dapat membangun gedung kokoh di sekitar tepi pantai atau membuat hutan yang ditanami vegetasi mangrove untuk memecah gelombang tsunami,” ungkap Dr. Benazir dari universitas Gadjah mada.

Ketua panitia, Dr. Syahrul, yang juga peneliti di TDMRC, mengungkapkan bahwa seminar ini adalah bagian dari Pre-Event of the 16th AIWEST-DR, sebuah acara besar yang diadakan untuk memperingati 20 tahun tsunami Aceh. Acara ini bertujuan untuk memberikan edukasi mengenai kesiapan menghadapi tsunami, termasuk pemulihan dan penataan ulang wilayah pasca bencana. Ia menekankan pentingnya belajar dari pengalaman Jepang dalam menata pesisir dan pantai untuk mengurangi dampak tsunami.

“Seminar ini dilaksanakan untuk mengenang 20 tahun tsunami dan juga pre-event nya. Kami undang beberapa pemateri untuk berbagi pengalaman dan edukasi soal mitigasi tsunami, termasuk pemulihan dan merancang wilayah pasca tsunami. Kita lihat bagaimana pemerintah Jepang menghadapi tsunami sendai yang merancang pesisir dan pantai agar tidak terlalu berdampak,” ungkapnya.[]

Editor: Masya Pratiwi