Beranda Artikel Sejarah Isra wal Mi’raj: Perjalanan Agung Menjemput Shalat Fardhu

Sejarah Isra wal Mi’raj: Perjalanan Agung Menjemput Shalat Fardhu

BERBAGI
Ilustrasi (M. Iqmal Pasha/DETaK)

Artikel | DETaK

Isra dan Mi’raj merupakan peristiwa monumental yang sangat agung dan sarat makna dalam perjalanan risalah Nabi Muhammad SAW. Kisah perjalanan mulia ini diabadikan oleh Allah SWT dalam dua surah yang berbeda di dalam Al-Qur’an, perjalanan Isra (perjalanan bumi) disebutkan dalam Surah Al-Isra’ ayat 1. Sementara itu, Mi’raj (perjalanan langit) disebutkan oleh Allah SWT dalam Surah An-Najm ayat 13–18.


Tujuan utama dari Isra dan Mi’raj adalah menjemput perintah shalat fardu sebagai kewajiban umat Islam. Peristiwa ini juga menunjukkan kebesaran Allah dan menjadi bentuk kasih sayang- Nya untuk menghibur Nabi Muhammad SAW yang tengah berduka. Pada saat itu, Rasulullah kehilangan dua sosok yang sangat dicintainya, yaitu Khadijah binti Khuwailid, istri tercinta dan setia, dan Abu Thalib, paman yang selalu membela serta melindungi beliau.

Iklan Souvenir DETaK


Pada malam sebelum Isra dan Mi’raj, Nabi Muhammad SAW tertidur di Masjidil Haram, diapit oleh pamannya, Hamzah dan Ja’far. Malaikat Jibril datang, mengangkatnya, dan membaringkannya di dekat sumur Zamzam. Beliau dibelah dadanya, dan hati beliau dikeluarkan untuk dibersihkan dengan air Zamzam yang dibawa Malaikat Mikail dalam tiga bejana, menghilangkan segala kotoran, penyakit rohani, dan tempat bersemayamnya setan. Proses pembelahan dan pembersihan ini terjadi tiga kali: saat berusia empat tahun, menjelang wahyu pertama di Gua Hira, dan menjelang Isra dan Mi’raj. Setelah dibersihkan, hati beliau dimasukkan empat sifat mulia: hilman (santun), ilman (ilmu), yaqinan (keyakinan), dan islaman (ketundukan). Hati itu dikembalikan ke tempatnya, dan dada beliau dijahit kembali tanpa bekas. Sebagai penutup, Malaikat Jibril memberi stempel Khatamun-Nabiyyin, menegaskan posisi beliau sebagai Nabi terakhir.


Malaikat Jibril memanggil Buraq, kendaraan Nabi Muhammad SAW untuk Isra dan Mi’raj. Buraq berbentuk seperti binatang, lebih besar dari keledai tapi lebih kecil dari bighal (kuda), dengan dua sayap di paha. Buraq dapat melangkah sejauh mata memandang, dan kakinya memanjang saat melewati jalanan mendaki serta tangannya memanjang saat menuruni jalan, memberikan kenyamanan kepada penunggangnya sepanjang perjalanan. Nabi Muhammad SAW mengendarai Buraq, didampingi oleh Jibril dan Mikail dalam perjalanan Isra dan Mi’raj. Mereka tiba di sebuah kawasan pohon kurma, di mana Nabi shalat dua rakaat. Jibril menjelaskan bahwa itu adalah tanah yang akan menjadi tempat hijrah Nabi, yaitu Yatsrib (Madinah).

Perjalanan pun berlanjut, di tempat berikutnya, Nabi shalat lagi. Jibril memberitahu bahwa itu adalah Madyan, tempat Nabi Musa beristirahat saat melarikan diri dari Mesir. Di lokasi selanjutnya, Nabi shalat di Bukit Thur Sina, tempat Nabi Musa bermunajat dengan Allah. Terakhir, Nabi shalat di Baitul Lahmi, tempat kelahiran Nabi Isa oleh ibundanya, Maryam.


Kemunculan Jin Ifrit dan Pelajaran bagi Umat Manusia
Dalam perjalanan, Nabi Muhammad SAW melihat api yang tampak seperti obor. Beliau bertanya kepada Jibril, yang menjelaskan bahwa itu adalah Jin Ifrit yang suka mengganggu manusia. Setelah Nabi membaca doa yang diajarkan Jibril, api tersebut pun padam.
Perjalanan berlanjut, dan Nabi kemudian melihat sekelompok orang yang menanam padi. Setelah mereka selesai menanam, padi itu tumbuh subur dan siap dipanen, namun tumbuh kembali setiap kali dipanen. Jibril menjelaskan bahwa mereka adalah perumpamaan umat Nabi yang selalu berbuat baik, di mana Allah melipatgandakan pahala mereka hingga tujuh ratus kali lipat, sebagaimana dijanjikan dalam Surah Al-Baqarah ayat 261.
Adapun beberapa pelajaran yang ditampakkan oleh Allah selama perjalanan, agar umat dapat mempelajari hal tersebut dan setiap perbuatan akan mendapatkan balasan di sisi Allah SWT adalah sebagai berikut :
1. Aroma wangi yang berasal dari kuburan Masyitah, tukang sisir Firaun
2. Orang memukul kepala dengan batu perumpamaan orang yang berat melaksanakan shalat wajib.
3. Orang memakan buah berduri dan batu bara merupakan umat yang enggan bershadaqah.
4. Orang memilih daging busuk meskipun ada daging halal, menjelaskan umat yang memiliki pasangan halal tetapi berzina dengan yang haram.
5. Kayu berduri yang menyambar kain perumpaman bagi umat yang suka merampok
6. Orang mandi di sungai darah dan makan batu, mereka yang terlibat dalam praktik riba.
7. Panggilan dari arah kanan (pendakwah Yahudi), panggilan dari arah kiri (pendakwah Nasrani), masing-masing panggilan tersebut apabila ditanggapi, maka umat nabi Muhammad akan menjadi pengikut mereka Rasulullah.

Menjadi Imam Para Nabi dan Rasul Terdahulu Nabi Muhammad SAW tiba di Masjid Al-Aqsa bersama malaikat Jibril dan Mikail, memasuki pintu Yamani, dan mengikat Buraq di batu yang pernah digunakan nabi-nabi terdahulu. Beliau shalat dua rakaat bersama Jibril, lalu melihat para nabi dan rasul berkumpul di masjid. Saat adzan berkumandang, Nabi Muhammad menjadi imam mereka atas arahan Jibril. Setelah shalat, Jibril menjelaskan bahwa yang shalat di belakang Nabi adalah para nabi dan rasul terdahulu. Mendengar pujian mereka kepada Allah, Nabi Muhammad memuji Allah atas karunia-Nya. Nabi Isa AS pun mengakui keutamaan Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir.

Perjalanan Menuju Langit
Dengan demikian, berakhirlah perjalanan Isra, dan perjalanan Mi’raj pun segera dimulai, yaitu perjalanan menuju langit untuk bertemu dengan Allah SWT. Datanglah sebuah tangga (Mi’raj) yang digunakan oleh arwah anak-anak Adam yang shaleh untuk naik ke langit. Tangga tersebut tiada bandingannya, begitu indah dan sempurna, terbuat dari emas dengan permata hijau yang disimpan di surga Firdaus. Nabi Muhammad, didampingi oleh Jibril dan Mikail, pun mulai
menaiki tangga itu menuju langit untuk menghadap Allah.


1. Langit Pertama Rasulullah bertemu dengan penjaga pintu langit pertama, malaikat Ismail, yang memimpin 70.000 malaikat. Beliau bertemu dengan Nabi Adam AS, yang menjelaskan perbedaan antara ruh yang baik dan buruk, serta melihat pintu surga dan neraka yang kelak anak cucunya menjadi bagian dari kedua tempat tersebut.
2. Langit Kedua, rasulullah bertemu dengan Nabi Isa dan Nabi Yahya AS, yang sangat mirip satu sama lain. Mereka menyambut beliau dengan ucapan yang penuh kasih dan mendoakan kebaikan untuknya.

3. Langit Ketiga. Rasulullah bertemu dengan Nabi Yusuf AS, yang memiliki keindahan luar biasa. Meskipun Nabi Yusuf tampan, Nabi Muhammad lebih tampan dan berwibawa.
4. Langit Keempat, Rasulullah bertemu dengan Nabi Idris AS, yang dikenal karena kecerdasannya dan derajat tinggi di sisi Allah.
5. Langit Kelima, Rasulullah bertemu Nabi Harun AS, yang memiliki janggut setengah putih dan setengah hitam akibat umatnya menyembah samiri.
6. Langit Keenam, rasulullah bertemu dengan Nabi Musa AS dan kaumnya yang sampai ke ufuk.
7. Langit Ketujuh, Rasulullah bertemu dengan Nabi Ibrahim AS yang sedang duduk di samping pintu surga. Nabi Ibrahim memberikan saran agar umat Muhammad memperbanyak membaca ‘La Haula Wala Quwwata Illa Billahin Aliyil Adzim’.
Nabi Muhammad menyaksikan surga dengan segala kenikmatannya, seperti buah-buahan harum dan sungai yang menyejukkan. Beliau juga melihat neraka dengan penjaganya yang bengis serta sebagian azab yang diterima penghuninya.


Sidratul Muntaha perjumpaan dengan Allah SWT
Malaikat Jibril membawa Nabi Muhammad SAW hingga Sidratul Muntaha, di mana Jibril menampakkan wujud aslinya dengan enam sayap yang menutupi ujung barat dan timur bumi. Dari sana, Nabi Muhammad melanjutkan perjalanan sendirian menuju ‘Arsy untuk menghadap Allah. Di hadapan Allah, Nabi Muhammad bersujud dan menerima perintah-Nya. Allah menyebutkan keutamaan Nabi Muhammad, menjadikannya sebagai Habibullah (kekasih Allah), dan memberikan berbagai kemuliaan, termasuk umat terbaik yang paling lurus dan lembut hatinya. Nabi Muhammad adalah nabi pertama yang diciptakan dan nabi terakhir yang diutus. Umatnya akan dihisab lebih awal pada hari akhir. Allah menganugerahkan Al-Fatihah, penutup Surah Al-Baqarah, Al-Kautsar, dan delapan saham amal yang mulia yaitu: islam, hijrah, jihad, shadaqah, puasa, ramadhan, amar ma’ruf nahi munkar. Lalu, kewajiban shalat lima puluh kali shalat fardhu dalam sehari.
Nabi Muhammad bersama Jibril turun dari langit dan melewati Nabi Ibrahim di langit ketujuh tanpa bertanya. Nabi Musa kemudian bertanya tentang pertemuan Nabi Muhammad dengan Allah. Nabi Muhammad menjelaskan bahwa Allah mewajibkan 50 kali shalat. Nabi Musa menyarankan agar Nabi Muhammad kembali untuk meminta pengurangan. Setiap kali Nabi Muhammad meminta pengurangan, Allah mengurangi lima kali shalat, hingga akhirnya hanya lima shalat yang diwajibkan, namun setara dengan 50 kali. Nabi Muhammad merasa malu untuk meminta lebih, dan nabi Musa berkata “Ihbith Bismillah”, maka pintu langit pun terbuka.


Nabi Muhamad kembali ke bumi
Setelah kembali ke bumi, Rasulullah bertemu kafilah Quraisy, meminum air dari kendi mereka, dan kembali ke Masjid Al-Haram. Ragu untuk menceritakan perjalanan malamnya, Abu Jahal mengumpulkan kaum Quraisy untuk mendengarnya. Ketika Nabi menceritakan perjalanannya ke Baitul Maqdis dan langit, mereka mengejek dan mengujinya tentang Masjid Al-Aqsa. Dengan bantuan Jibril, Nabi menjawab pertanyaan mereka, termasuk tentang kafilah Quraisy, unta yang terpisah, dan waktu kedatangan mereka. Saat kafilah tiba sesuai penjelasan Nabi, kaum Quraisy tetap tidak percaya dan menganggapnya sihir. Namun, Abu Bakar dengan tegas menyatakan imannya kepada Nabi Muhammad.

Peristiwa Isra Mikraj bukan hanya perjalanan luar biasa Nabi Muhammad SAW, tetapi juga sebuah pelajaran tentang iman, kepercayaan, dan keagungan Allah SWT. Di balik ujian dan keraguan yang muncul dari kaum Quraisy, Isra Mikraj mengajarkan kita untuk selalu percaya pada kebesaran Allah, meski terkadang sulit dipahami oleh akal manusia. Kisah ini juga mengingatkan kita akan pentingnya shalat sebagai hadiah istimewa dari perjalanan suci ini, sekaligus sebagai penghubung langsung antara hamba dan Sang Pencipta. Semoga kita senantiasa mengambil hikmah dari peristiwa ini untuk memperkuat iman dan ketakwaan kita.

Penulis bernama Zikni Anggela, mahasiswi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Syiah Kuala.

Editor : Zarifah Amalia