Artikel | DETaK
Belakangan ini isu mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia sedang hangat diperbincangkan, namun sudah sejauh manakah pemahaman para generasi muda terhadap HAM dari sisi sudut pandang konstitusi Hukum Tata Negara (HTN) di Indonesia?. Dan tahukah bahwa landasan HAM yang dibangun secara konstitusi ternyata memiliki keterkaitan erat dengan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Piagam Madinah. Untuk lebih memahami keterkaitan HAM dalam perspektif konstitusi HTN dan keterkaitannya dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Piagam Madinah. Maka penulis memaparkannya lewat artikel ini, mari menyimak dan memahami dengan seksama.
HAM dalam konstitusi Indonesia telah dilandaskan dan dirumuskan dalam pasal 28 A sampai 28 J Undang-Undang Dasar 1945:
Pasal 28A: Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.** ) Pasal 28J: (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Karena HAM pada dasarnya merupakan hak yang telah dimiliki oleh setiap manusia sejak lahir, hak yang melekat pada diri manusia yang sifatnya “sebagai hak kodrat,” dan wajib dilindungi oleh konstitusi negara.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang dimaksud dengan HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi.
Acuan tentang HAM di dalam Piagam PBB (UN Charter), di samping menugaskan Komisi Hak Asasi Manusia (Commission on Human Rights) komisi yang dibentuk PBB berdasarkan sebuah ketetapan di dalam piagam tersebut yang menegaskan kembali “Keyakinan akan hak asasi manusia yang mendasar, akan martabat dan harkat manusia, akan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan serta antara negara besar dan negara kecil.” HAMmempunyai konsep dengan keterkaitannya dalam aspek konstitusional dan demokrasi.
Karena tidak dapat dipungkiri bahwa demokrasi dan keterbukaan aspirasi rakyat dalam ruang public, menjadi salah satu wujud berjalannya HAM dalam hal kebebasan berpendapat, seperti yang tercantum di dalam:
Pasal 28E ayat (3) UUD 1945: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
Pasal 24 ayat (1) UU HAM: “Setiap orang berhak untuk berkumpul, berpendapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai.”
Namun pada realitasnya sering sekali pengamat hukum tata negara, menilai pasal dan aturan diatas belum sepenuhnya terealisasikan dengan baik. Hal ini karena adanya daya kuasa dari pemerintah dan kepemimpinan yang bersifat “absolutisme” cenderung tidak mengharagi hak asasi ini. Padahal kebebasan berpendapat adalah suatu hal yang baik selama sesuai ketentuan. Justru pemerintahan yang anti kritik akan memberikan pengaruh buruk bagi perkembangan dan keberlangsungan HAM di Indonesia.
Hak Sipol dan Ekosob
Di Indonesia hak Asasi di bagi menjadi 2 bagian penting:
1. Hak Asasi Sipil dan Politik, muatan substansinya adalah kaitanya dengan kesamaan hak, hak untuk dipilih dan memilih dalam kepemimpinan.
2. Hak Asasi Sosial Ekonomi dan Budaya. Munculnya pada abad ke 20 Atau sekitar tahun 1941, hak asasi yang melindungi kepentingan dalam aspek ekonomi secara universal, untuk mengintegrasikan tujuan nasional dalam aspek hak-hak mendasar bagi seluruh rakyatnya.
Menurut pendapat Jimly Ashiddique, dalam bukunya Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi (hal. 209-228), HAM generasi pertama sampai ketiga hanya konsep HAM yang dilihat dari perspektif vertikal yaitu hubungan antara rakyat dengan penguasa. Sedangkan hak generasi keempat adalah konsepsi HAM yang dilihat dari perspektif yang bersifat horizontal. Menurutnya, melihat perkembangan zaman ini muncul tiga kelompok kekuasaan horizontal, yaitu kekuasaan negara di satu pihak, kekuasaan ekonomi kapitalisme global/perusahaan multinasional, dan kekuasaan masyarakat madani di lain pihak lagi.
Singkatnya ada tiga kelompok kekuasaan yang saling berpengaruh yaitu state, market, dan civil society. Dengan demikian, hak generasi keempat adalah hak kelompok yang satu untuk tidak ditindas oleh yang lain, baik antar kelompok maupun intra kelompok, dalam pola hubungan horizontal.
Sebelum meratifikasi Kovenan Internasional Hak Sipol dan Kovenan Internasional Hak Ekosob, konstitusi Indonesia juga telah membentuk Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Menurut praktisi hak-hak perempuan UU HAM juga telah memasukkan hak-hak terkait sipol dan ekosob seperti pasal-pasal berikut ini:
Hak Sipil:
Pasal 9 UU HAM
Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.
Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.
Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Pasal 20 UU HAM:
Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhamba.
Perbudakan atau perhambaan, perdagangan budak, perdagangan wanita, dan segala perbuatan berupa apapun yang tujuannya serupa, dilarang.
Hak Politik:
Pasal 23 UU HAM:
Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya.
Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara.
Pasal 24 UU HAM:
Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai.
Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan partai politik, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi lainnya untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak Ekonomi:
Pasal 38 UU HAM:
Setiap warga negara, sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak.
Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syaratsyarat ketenagakerjaan yang adil.
Piagam Madinah
Materi HAM juga memiliki keterkaitan dengan nilai nilai yang terkandung dalam Piagam Madinah, Piagam Madinah merupakan konstitusi yang berfungsi menjadi dasar hidup bersama yang disepakati masyarakat Madinah yang heterogen di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad pada akhir tahun 1 H.
Piagam Madinah mengandung prinsip-prinsip HAM dan punya relevansi dengan universalitas HAM, Prinsip-prinsip HAM yang dikandung oleh Piagam Madinah dan punya relevansi dengan universalitas HAM, ialah: (1) Hak atas kebebasan beragama; (2) Hak atas persamaan di hadapan hukum; (3) Hak untuk hidup; dan (4) Hak memperoleh keadilan.Hal ini tentunya juga menunjukkan adanya keterkaitan HAM dengan nilai nilai luhur keislaman yang luar biasa,yang telah ada sejak jaman Rasulullah.
Di dalam sejarah Islam, mencatat bahwa setelah Nabi Muhammad dan muslimin berhijrah dari kota Makkah ke kota Madinah, telah memberikan pengaruh yang sangat signifikan. Karena penduduk Madinah telah bertambah majemuk dengan berbagai golongan dan berbagai kepercayaan dan menjadi masyarakat yang heterogen.
Untuk membangun suatu masyarakat yang aman, tentram tanpa adanya permusuhan anter golongan, maka Nabi Muhammad membuat suatu kesepakatan atau perjanjian dengan penduduk muslim yang ada di Madinah antara kelompok muhajirin (pendatang) dan kelompok anshar (penduduk asli) dengan kaum Yahudi dan kelompok lainya, yang kemudian perjanjian tersebut dinamakan Piagam Madinah.
Piagam Madinah yaitu perjanjian mengenai pembahasan yang berkenaan dengan persamaan dalam hak dan kewajiban diantara kelompok dalam menjalankan kehidupan sosial, bermasyarakat dan bernegara.maka dengan demikian, dapat kita ketahui bahwa Islam telah memberikan respons yang sangat besar terhadap HAM dalam memberikan konsep-konsep dasar HAM untuk menjadi dasar kehidupan bersosial dan bernegara, agar yang telah dicita-citakan oleh Tuhan sebagai “baldatun thoibatun wa rabbun ghafur.“
Jadi secara keseluruhan jelaslah bahwa muatan HAM telah dimuat dalam aturan konstitusi negara tercantum dengan jelas didalam pasal 28 A sampai 28 J UUD 1945. Oleh karena itu sudah menjadi keharusan bagi setiap pihak dan negara dalam menjamin HAM yang menjadi elemen dasar hadirnya negara sebagai pengayom rakyatnya. Bahkan, di dalam Piagam Madinah, landasan HAM telah melekat menjadi nilai-nilai luhur dalam bingkai keislaman. Demikian pemaparan singkat mengenai HAM dari perspektif HTN, semoga semakin meningkatkan wawasan kita perihal perlindungan HAM dalam bingkai konstitusi ketatanegaraan Indonesia.
Teuku Muhammad Dhava Akbar, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala.
Editor: Della Novia Sandra